Cogito Ergo Sum, - Rene Descartes (1596-1650)
Penelitian sosial menggunakan metode ilmiah sesuai dengan minat dan bidang sosial yang diteliti. Oleh karena itu, diperlukan penguasaan metodologi penelitian sosial yang baik. Ilmu adalah produk dari proses berfikir secara logis yang kemudian didukung oleh fakta empiris. Penguasaan metode ilmu sosial menjadi modal penting dalam memberi pengetahuan dan penemuan baru dalam ilmu-ilmu sosial.
Methods of Social Investigation (1985) karangan Peter H. Mann memberi pengantar bahwa sejak berkembanganya, ilmu sosial telah mengalami diferensiasi dalam penerapan, paling tidak ada wilayah-wilayah kajian tersendiri. Ilmu sosial lain juga demikian namun antara satu dengan yang lainnya memiliki hubungan yang terkait satu dengan lainnya. Ilmu sosial lainnya humanioara, ekonomi, ilmu politik, antropologi sosial, geografi penduduk, psikologi sosial saling terkait antar satu dengan lainnya. Menurut ahli Sosiologi awal Inggris bahwa “dalam pengertian yang luas...studi tentang hubungan sosial dan interaksi, akibat dan konsekuesi dari hubungan antar relasi itu”. (Mann, 1985 : 1).
Menurut Mann, banyak yang telah mendefenisikan Sosiologi, namun satu dianaranya yaitu Morris Gisberg, cukup bisa mewakili dalam meneliti tindakan sosial. Didalam buku Mann ini dijelaskan latar belakang penelitian sosial, melihat keutamaan Sosiologi, dan sejak itu banyak pendekatan yang umum dari ilmu sosial dan menjadi pertimbangan bagaimana meneliti tindakan sosial dengan sudut pandang keilmuan.
Sosiologi tidak lepas dari struktur dan tindakan-tindakan sosial dalam kelompok primer maupun kelompok sekunder. karena luasnya cakupan Sosiologi maka sangat penting pemahaman peneliti Sosiologi dalam memahami realitas sosial. Pentingnya pemahaman ini karena peneliti sosial kadang merasa kurang memahami realitas sosial. Buku Methods of Social Investigation karangan Peter H. Mann memberi penjelasan lugas kepada peneliti sosial bahwa :
...Interaksi sosial bisa dilakukan dengan berbagai cara sebagai bagian dari investigasi yang kompleks. Pengklaiman subjek sosiologi sebagai ilmu itu sangat luas. Tanpa sentisifitas dari sosiolog dalam memahami sifat keilmuan maka yang terjadi adalah penolakan dalam memahami masyarakat...(Mann, 1985 : 2)
Pendekatan yang dilakukan Mann dalam memberi pemahaman bahwa realitas sosial itu sangat kompleks dan Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang sangat luas. Tanpa “sense of risearch” penelitian tidak akan memberika makna yang dalam selain dari penolakan dan ketidak mampuan dalam melihat realitas sosial.
Landasan filosofis penelitian adalah logis dan lebih membumi. Dalam artian bahwa sumber informasi diperoleh dengan melakukan penelitian yang dilakukan dengan kaidah ilmiah karena sifat keilmuan bersifat kumulatif. Artian terus mengalami perkembangan dari waktu ke waktu (dinamis).
Landasan peneltian paling tidak memiliki beberapa aspek penting. Burrel dan Morgam (1979 : 1) dikutip (http://eprints.undip.ac.id) menjelaskan bahwa aspek itu antara lain yang berhubungan dengan ontologi, epistemologi, sifat manusia (human nature), dan metodologi.
Ontologi. Ontologi adalah asumsi yang penting tentang inti dari fenomena dalam penelitian. Pertanyaan dasar tentang ontologi menekankan pada apakah “realita” yang diteliti objektif ataukah “realita” adalah produk kognitif individu. Debat tentang ontologi oleh karena itu dibedakan antara realisme (yang menganggap bahwa dunia sosial ada secara independen dari apresiasi individu) dan nominalisme (yang menganggap bahwa dunia sosial yang berada di luar kognitif individu berasal dari sekedar nama, konsep dan label yang digunakan untuk menyusun realita).
Epistemologi. Epistemologi adalah asumsi tentang landasan ilmu pengetahuan (grounds of knowledge) – tentang bagaimana seseorang memulai memahami dunia dan mengkomunikasikannya sebagai pengetahuan kepada orang lain. Bentuk pengetahuan apa yang bisa diperoleh? Bagaimana seseorang dapat membedakan apa yang disebut “benar” dan apa yang disebut “salah”? Apakah sifat ilmu pengetahuan? Pertanyaan dasar tentang epistemologi menekankan pada apakah mungkin untuk mengidentifikasikan dan mengkomunikasikan pengetahuan sebagai sesuatu yang keras, nyata dan berwujud (sehingga pengetahuan dapat dicapai) atau apakah pengetahuan itu lebih lunak, lebih subjektif, berdasarkan pengalaman dan wawasan dari sifat seseorang yang unik dan penting (sehingga pengetahuan adalah sesuatu yang harus dialami secara pribadi).
Sifat manusia (human nature), adalah asumsi‐asumsi tentang hubungan antar manusia dan lingkungannya. Pertanyaan dasar tentang sifat manusia menekankan kepada apakah manusia dan pengalamannya adalah produk dari lingkungan mereka, secara mekanis/determinis responsif terhadap situasi yang ditemui di dunia eksternal mereka, atau apakah manusia dapat dipandang sebagai pencipta dari lingkungan mereka. Perdebatan tentang sifat manusia oleh karena itu dibedakan antara determinisme (yang menganggap bahwa manusia dan aktivitas mereka ditentukan oleh situasi atau lingkungan dimana mereka menetap) dan voluntarisme (yang menganggap bahwa manusia autonomous dan freewilled).
Metodologi, adalah asumsi‐asumsi tentang bagaimana seseorang berusaha untuk menyelidiki dan mendapat “pengetahuan” tentang dunia sosial. Pertanyaan dasar tentang metodologi menekankan kepada apakah dunia sosial itu keras, nyata, kenyataan objektif‐berada di luar individu ataukah lebih lunak, kenyataan personal‐berada di dalam individu. Selanjutnya ilmuwan mencoba berkonsentrasi pada pencarian penjelasan dan pemahaman tentang apa yang unik/khusus dari seseorang dibandingkan dengan yang umum atau universal yaitu cara dimana seseorang menciptakan, memodifikasi, dan menginterpretasikan dunia dengan cara yang mereka temukan sendiri.
Konsep filosofis menjadi penting dalam peneltian sosial selain paradigma tentunya. Namun ada masalah besar yang dihadapi terkadang yang menurut Mann hal itu bisa terjadi misalnya bagaimana dan kapan memulai pendekatan keilmuan untuk penelitian tindakan sosial. Sayangnya, beberapa orang segera berbalik arah dalam menghadapi obmjektifitas dan nampak berfikir dalam memulai dengan berkata bisa saja bias dalam menentukan titik pandang kemudian ketidaksiapan menerima kritik. Jadi menjadi peneliti harus ekstra mengatasinya tanpa berusaha menilai itu baik.
Selanjutnya menurut Mann, seorang peneliti tidak hanya peka sebagai seorang peneliti namun juga kemampuan untuk memperdiksi. Seringkali peneliti tidak menghiraukan “common sense” padalah ini penting, bahasa lain dari Mann bahwa sosiolog yang selalu memulai dengan perenungan, menyusuri fenomena dan memberi penjelasan ilmiah dari hasil penuluran fakta tersebut. Ungkapan Mann :
Social research, is then, a proses of asking quetion, often about lingkages between concepts, and then, having estabilished a lingkage (or, of cource, perhaps having discovered there is no lingkage)....
Bisa dikatakan bahwa Mann memberi pemahaman bahwa penelitian sosial adalah sebuah proses mencari sebuah jawaban, mengenai hubungan antara konsep, dan telah membuat suatu hubungan (atau mungkin telah diketahui bahwa tidak ada hubungan). Masalah-masalah penelitian dapat dipusatkan pada aspek-aspek tingkah laku sosial yang mungkin menjadi hakikat praktis, atau mereka (masalah penelitian) mungkin menjadi bermacam-macam jenis menunjuk pada ‘akademis’ atau bahkan ‘murni’.
Pada dasarnya penelitian baik positivistik maupun fenomenologi berangkat pada sebuah proses pada pengungkapan secara logis, sistematis dan metodis yang berguna untuk bangunan pengetahuan yang bisa bermanfaat bagi kehidupan (terapan). Agaknya dalam hal ini pengertian seperti ungkapan Mann penelitian sosial oleh karena itu, merupakan bidang yang sulit bagi praktisi yang berjuang untuk penilaian yang jujur dan tidak bias tentang masalah yang dipilihnya. Ini juga berlaku bagi kita semua bahkan seorang sosiologpun. Masalah bagi sosiolog adalah bahwa mereka harus bekerja dengan data yang berhubungan dengan hati nurani mereka secara langsung.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung di halaman saya.