Tak ada sesuatu yang tak terduga sebelumnya. Sesuatu sudah diduga pasti. Orang berbicara dengan tanda-tanda. sama halnya prasangka selama ini. Datang dengan duga-duga.
Syahdan, ada pengalaman menarik selama berteman dengan beberapa teman di kampung. Saya sebut saja sahabat yang baru saja saling mengenal (paling kasarnya saya sok kenal) di Kendari. Saya berteman baru. Berawal dari facebook dan BBM-an. Tidak puas sampai disitu. Saya memberanikan untuk kopdar. Sesuatu yang jarang saya lakukan, baik untuk mahasiswa yang saya ajar ataupun perempuan yang saya kenal di dunia maya.
Awalnya berjalan seirama, namun ditengah perjalanan, saya memilih jalan yang lain. Saya merasakan ada yang berlawanan dengan dunia mereka. Saya tidak tahu bahasa apa yang cocok, mungkin bahasa sehari-hari bagai air dan api, atau air dan minyak. Dikotomis.
Perasaan saya lain dalam pertemanan saya itu. saya memang tidak pernah betah atau lama-lama bersama perempuan yang baru saya kenal. Ada rasa ketidakpercayaan diri. (padahal saya terbiasa dengan mahasiswa di kelas) tapi waktu itu, entah. Nalar, perasaan dan raga serasa terkunci. Mungkin karena mereka saya anggap orang kaya (dan memang mereka kaya). Saya tidak tahu. Saya tidak merasa enak berteman dengan orang-orang kaya. saya terlalu dangkal. Saya lebih senang berteman dengan orang-orang yang sesama nasib--orang dipinggir jalan, kelompok minoritas atau yang terpinggirkan. sesuatu yang lucu juga naif dalam diri saya ini. Mungkin. Tapi itulah kenyataanya dalam kopdar itu. semuanya berantakan. gagal total.
Saya tidak tau bahasa apa yang musti menghubungkannya dengan peristiwa itu. mungkin karena kekayaannya membuat saya mengambil jalan lain. saya tersentuh dengan bahasa GIE, “saya miskin tapi bukan gembel”. selagi-lagi tidak nyambung. tidak berkorelasi antara persahabatan dengan kekayaan. lagi pula kami hanya bersahabat. tapi prasangka akhirnya sudah terpatri kuat-kuat. tak adalagi jeda. sudah titik. PRASANGKA.
Terlalu jauh saya menghubungkan itu. Saya anggap telah terjebak dalam logika prejudice-logika prasangka. Saya mempelejari ilmu interaksi dan saya memahaminya dengan baik. Namun tak merefleksikannya dalam kehidupan sehari-hari. Maaf saya hati...maafku untuk kalian. maaf sepenuh hati.
Memang selalu siap dengan kondisi yang ada. Kemungkinan terburuk adalah menjalani tanpa ada apa-apa. Memutus pertemanan adalah jalan terbaik barangkali. Dan mungkin ini perjalanan yang sudah diduga sebelumnya. pertemuan yang berantakan dan perpisahan yang menyedihkan.
-akhirnya akan tiba pada hari yang biasa, perkenalan yang biasa, pertemuan yang biasa dan menjadi sesuatu yang biasa-biasa pulan,
--saat perang BBM-an, Kendari 060911
Syahdan, ada pengalaman menarik selama berteman dengan beberapa teman di kampung. Saya sebut saja sahabat yang baru saja saling mengenal (paling kasarnya saya sok kenal) di Kendari. Saya berteman baru. Berawal dari facebook dan BBM-an. Tidak puas sampai disitu. Saya memberanikan untuk kopdar. Sesuatu yang jarang saya lakukan, baik untuk mahasiswa yang saya ajar ataupun perempuan yang saya kenal di dunia maya.
Awalnya berjalan seirama, namun ditengah perjalanan, saya memilih jalan yang lain. Saya merasakan ada yang berlawanan dengan dunia mereka. Saya tidak tahu bahasa apa yang cocok, mungkin bahasa sehari-hari bagai air dan api, atau air dan minyak. Dikotomis.
Perasaan saya lain dalam pertemanan saya itu. saya memang tidak pernah betah atau lama-lama bersama perempuan yang baru saya kenal. Ada rasa ketidakpercayaan diri. (padahal saya terbiasa dengan mahasiswa di kelas) tapi waktu itu, entah. Nalar, perasaan dan raga serasa terkunci. Mungkin karena mereka saya anggap orang kaya (dan memang mereka kaya). Saya tidak tahu. Saya tidak merasa enak berteman dengan orang-orang kaya. saya terlalu dangkal. Saya lebih senang berteman dengan orang-orang yang sesama nasib--orang dipinggir jalan, kelompok minoritas atau yang terpinggirkan. sesuatu yang lucu juga naif dalam diri saya ini. Mungkin. Tapi itulah kenyataanya dalam kopdar itu. semuanya berantakan. gagal total.
***
Lama saya tertegun, tak percaya dengan peristiwa itu. akhirnya pertemuan itu pun hambar. tak berasa, tak pernah cair. akhirnya sejak itu tak adalagi komunikasi padahal jarak rumah saya dengan mereka hanya dipisahkan jalan beberapa meter saja, perpisahan pun tanpa say hello.Saya tidak tau bahasa apa yang musti menghubungkannya dengan peristiwa itu. mungkin karena kekayaannya membuat saya mengambil jalan lain. saya tersentuh dengan bahasa GIE, “saya miskin tapi bukan gembel”. selagi-lagi tidak nyambung. tidak berkorelasi antara persahabatan dengan kekayaan. lagi pula kami hanya bersahabat. tapi prasangka akhirnya sudah terpatri kuat-kuat. tak adalagi jeda. sudah titik. PRASANGKA.
Terlalu jauh saya menghubungkan itu. Saya anggap telah terjebak dalam logika prejudice-logika prasangka. Saya mempelejari ilmu interaksi dan saya memahaminya dengan baik. Namun tak merefleksikannya dalam kehidupan sehari-hari. Maaf saya hati...maafku untuk kalian. maaf sepenuh hati.
***
Terkadang orang baru dianggap sebagai bagian dari outsider dan memang seperti itu. kadang prasangkakupun muncul seperti itu pada tiap pertemuan-pertemuan itu. Muncul AKU dan KAMU tidak berbicara KITA. Menganggap saya liyan (other), outsider, dan bahasa lain yang bisa membahasakan bahwa saya bukan siapa-siapa. Jadi berhenti berteman. Dalam hati saya pun selalu berkecamuk. Perang bathin selalu muncul.Memang selalu siap dengan kondisi yang ada. Kemungkinan terburuk adalah menjalani tanpa ada apa-apa. Memutus pertemanan adalah jalan terbaik barangkali. Dan mungkin ini perjalanan yang sudah diduga sebelumnya. pertemuan yang berantakan dan perpisahan yang menyedihkan.
-akhirnya akan tiba pada hari yang biasa, perkenalan yang biasa, pertemuan yang biasa dan menjadi sesuatu yang biasa-biasa pulan,
--saat perang BBM-an, Kendari 060911
hmmmm, tulisan yang membingungkan (untuk saya), paragraf yg satu dan yang lain kadang tidak nyambung, Anda terlihat buru-buru dan tegang saat menulis. kalau boleh menduga-duga, mungkin karena banyaknya pembelaan diri yang hendak anda tulis ya. Oh iya ditulisan anda juga menyinggung tentang 'Kaya' dan 'Miskin', berapa sih nilai seseorang sampai bisa dikatakan kaya atau miskin ?
ReplyDeleteSatu lagi, ada kalimat "Terkadang orang baru dianggap sebagai bagian dari "Outsider" dan ...... " saya kok nggak ngerti maksud kalimatnya ya, mhon dibantu dong ? hehehe
keseluruhan, tulisan anda ini sangat percaya diri lho, sangat jauh dari kesan tidak percayadiri, seperti (pembelaan)yang anda sebutkan pada tulisan anda. sepertinya sudah kepanjangan ya. thx, maaf jika kepanjangan.
dugaan anda benar adanya, saya terburu dalam menulis. tanpa edit. bahkan prasangka pun buru-buru, akhirnya menilai terburu-buru. prematur jadinya. ehehehehe....
ReplyDeletesatu hal, untuk menyambungkan paragraf dengan paragraf lainnya, musti ada tanda bintang tiga (***) ^-^. peace..damai. gak bingung lagi kan? tapi itu krna terburu-buru nulisnya.kalo kepanjangan takutnya waktu merebut segalanya. jadi nulisnya seperti itu. mhon dipahami. :)
***
kaya dan miskin?, bagi saya itu masuk dalam stratifikasi sosial dalam hal ini, ekonomi. kepemilikan materi. saya terjebak dalam logika materialisme jadinya sperti ini cara pikir saya. maaf, sy dangkal dalam melihat realitas.
kalo outsider adalah cara pandang diri, sesuatu yang bukan dari bagian kelompok atau dirinya...saya selau beranggapan begitu. mungkin krn ada kesadaran kelas dalam diri saya. tapi sebenarnya hal itu juga dangkal. banal cara pandang itu. dan saya akui sy mengalaminya...
tulisan ini hanya kumpulan teks. bebas ditafsir sapa saja. termasuk anda. anda mungkin terbebani dalam menilai atau apalah...eheheh. peace. damai. sy kalo menulis tak pernah percaya diri.makax tulisan saya biasa-biasa saja. tak bergreget.
salam hangat. salam damai. saya ingin berbagi pengetahuan dengan anda terus menerus walau tak saling mengenal. dan tanpa prasangka (saya masih belajar dalam hal prasangka)...