Dan saya terbius juga kata-kata para pakar
SDM dan pemasaran itu. Saya kemudian mewujudkan passion saya itu (yang dipupuk sejak
dulu) mengenai perbukuan dengan membuka toko buku Koran dan majalah. Disamping Koran
dan majalah tempat itu akan saya jadikan sebagai rumah baca.
Langkah itu itupun saya mulai sebagai ‘mimpi
kecil’ tentang passion saya yang sudah saya rawat bertahun tahun sudah: Membuat
toko buku. Tak hanya itu, toko yang nanti isinya koran dan majalah itu juga
berisi buku koleksi saya selama kuliah, baik di Makassar maupun di Yogyakarta.
Tidak terlalu luas 3x4 persegi yang dibuat dari kayu beratap seng. Tapi saya
rasa itu cukup untuk menjelaskan pada diri saya tentang arti sebuah passion
seperti kata para pakar-pakar itu.
Syahdan, toko itu walau tak terlalu luas
tapi lumayan telah menguras tabungan dan malangnya sampai harus merelakan BB
butut saya (untung tidak menjual baju dan celana seperti lagu Jaja Miharja). Saya
tak mampu membayangkannya seandainya saya hanya menunggu kaya (yang tak tahu
kapan kaya) kemudian membangun passion saya itu. Lagkah besar musti dimulai
dari langkah kecil. Saya akhirnya memberanikan diri. Berkat dukungan kebaikan Non Akhmad dan kakak saya
yang meminjamkan tanah miliknya yang sudah bertahun tahun menjadi 'tanah mati' di
daerah strategis Bypass Kendari maka saya memberanikan membangun sebuah toko
kecil. Kebutuhan biaya yang taksiran awal saya Cuma tiga jutaan ternyata melesat
jauh. Biaya papan, balok ,seng dan sebagainya hanya cukup jadi bahan-bahan. Belum
bisa berbentuk menjadi bangunan. Masih dibututuhkan bahan-bahan lain: paku dan
lain sebagainya untuk bisa membangun rumah pengetahuan itu. Akhirnya barang2
yang bias dijadikan uang dijual untuk menutupi kekurangan itu. Lagi-lagi saya
terhipnotis dengan kata para pakar manajemen yang selalu hinggap dalam kepala
saya: Passion. Sudah kepalang tanggung memang, passion saya kedepannya jika
toko buku itu jadi akan menjadi ‘rumah pengetahuan’ bagi orang yang ingin
membaca dan berdiskusi.
Saya menyadarinya bahwa toko itu disatu
sisi tidak bias menjadi nirlaba atau kebaikan semata tapi butuh modal untuk
terus survive. Maka konsep toko buku saya itu mengandalkan logika ekonomi dan
disisi lain logika sosial. Logika ekonomi saya gunakan untuk memutar majalah
dan koran dengan mengambil beberapa keuntungan penjualan sedang logika sosial
saya gunakan untuk kepentingan bagi orang yang ingin membaca koleksi buku-buku
saya.ini karena sebuah passion untuk membuat taman baca yang tinggal menjadi
monument bersejarah buat saya pribadi dan untuk anak-anak saya kelak.
saya teringat kembali kata pakar itu, passion tidak berhenti pada mimpi...
No comments:
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung di halaman saya.