Setiap penganan yang tersaji di meja saat lebaran tidak lepas dari cerita dan kenangan. Sebagian orang merindukan ketupat atau burasa’ (sejenis makanan tradisional dari campuran beras dan santan), opor ayam dan gulai. Lainnya mengidamkan kue kering yang renyah dan teh panas buatan tangan. Yang terakhir ini selalu menemukan bentuk pasnya: kue lebaran plus teh panas.
Tak heran jika banyak orang melakukan mudik. Orang ingin bernostalgia, mengingat masa kanak-kanak juga mengingat cerita yang lewat; mengaji di surau, bermain di tanah lapang, berlari di pematang sawah dan menceburkan diri ke sungai di kala terik hingga matahari beringsut. Menjelang magrib, tertata beragam kue tradisional menghiasi meja sebagai pengantar berbuka yang manis. Setelah itu, ikan bakar dan nasi panas plus sayur beningnya bercampur dalam kunyah renyah di mulut. Selang beberapa menit, perut sudah membuncit, dan biasanya lupa untuk tarawih.
Sepenggal kisah ini yang sulit untuk dilupakan orang, maka mudik adalah salah satu cara untuk mengulang kisah itu.
***
Bagi saya, lebaran yang saya paling tunggu-tunggu adalah kue. Iya kue. Kue basah dan kering. Saya memang penggila kue. Sejak kecil. Ketika lebaran, kue kering yang menjadi idola saya ketika kecil adalah kue putu kering, kue campuran dari kacang hijau yang ditumbuk halus dan dicampur gula putih halus kemudian di bentuk di cetakan kayu. Bentuknya memanjang. Maklum di kampong saya, orang-orang desa hanya mengenal itu. Kue berbahan mentega masih langka waktu itu.
Tahun berlalu. Saya pun besar dan menikah. Kebiasaan makan kue kering tetap tidak berubah, namun jenis kue berubah. Dari kue putu menjadi kue nastar. Kue terakhir yang disebut ini memang mengundang selera. Dibuat dari campuran mentega, terigu, gula, dibentuk bulat dan diisi dengan selai nanas, dan diatas kue ditaburi parutan keju. Bisa dicurigai bahwa ada sentuhan modern atau kalo tidak mau disebut bahwa kue itu bukan asli produk masyarakat Indonesia.
Kue ini memang menyihir saya. Setiap lebaran, kue permintaan saya hanya satu: Nastar.
Saya penasaran, saya kemudian menguliknya di google dan menemukan nukilan penjelasan dari salah satu blog cookbakeeatlove.com. Ia mengatakan bahwa:
The origin or history of "nastar" turned out to be quite unique. "Nastar" is taken from a foreign language "nastaart" which means (pineapple cake). In English known as pineapple tarts, or pineapple nastar roll. The Sundanese (people in Bandung-Indonesia) call it "Jeung malignant tarigu" which means pineapple and wheat. In Indonesia Nastar considered as favorite treat during Lebaran (Eid celebration) and Christmas. Nastar cookies has long been an item in which must be presented at the Chinese New Year (Lunar / Chinese New Year). The main reason is because the Hokkien language, means "ong lai" (which means golden pear), also has the meaning of "prosperity to come here", fortune, and luck. In addition, gold color and a sweet and soft pineapple filling symbolized abundant. Moreover, the more filling you have so the more abundant affluent you will get.
Kesimpulannya, bahwa kue Nastar, adalah akulturasi budaya, China, Barat dan Asia yang disajikan pada saat-saat hari libur dan acara besar keagamaan. Orang Bule membuatnya di hari natal atau libur, orang Tioghoa membuatnya saat Tahun Baru Cina. Dan orang Muslim seperti Indonesia membuatnya di kala Idul Fitri Datang.
Laman Wikipedia menyebut, Nastar termasuk dalam jenis pastry. Jenis kue yang saya tidak tahu apa maksudnya (saya harus menyanyakan istri saya, ipar atau teman saya yang chef pastry, Teh Ocha). Kue ini banyak di jumpai di Asia, Australia, Eropa dan Daratan China.
Ini berarti perjalanan kue nastar membutuhkan waktu lama yang kemudian bercampur dalam budaya asli. Di Indonesia, Nastar menjadi langganan kue idul fitri. Sebuah perpaduan asin-manis seperti dalam bahasa iklan rasanya nano-nano. Asin dari parutan keju. Rasa manis dan sedikit asam berasal dari sari nanas. Kue ini melintasi ruang dan waktu juga ras dan budaya.
Percampuran makanan di Indonesia memperlihatkan Indonesia itu beragam. Melebihi sekat asli dan tidak asli, pribumi dan non-pribumi (Majalah Historia 2017). Keragaman itu datang dengan jalan kolonialisme atau jalur perdagangan di zaman lampau.
Seperti Nastar, dia hasil dari keragaman asal budaya. Mungkin, itulah mengapa rasanya pun beragam.
Selamat berlebaran, selamat menikmati kue Nastar ☺☺.
Hallo Boss...
ReplyDeleteddeeeh, kangen ta gang makan kue lebaran di kampuang, hehehe...
btw minail aidin wal faidzin, pak.. salam sama k non n za :)
tawwa yang di inglish :D, enak memang kue di kampung bu rin, sehat2 slalu. semoga cepat ke kendari. salam kami sekeluarga
ReplyDelete