Wilayah makassar dari laut terlihat sebagai daerah paling subur dan paling menyenangkan. Wilayah ini berupa daratan, indah, hijau, dan tidak begitu tertutup hutan seperti daerah-daerah lain di Hindia; penduduknya sangat padat. Makassar adalah daerah persawahan yang indah, di mana-mana padi tumbuh...pohon ditanam berjejer-jejer teratur dan daunnya yang rindang melindungi orang dari terik matahari.Cerita ini dikisahkan dalam perjalanan orang Belanda di permulaan abad-17, seperti dalam buku sejarawan Edward Palinggomang, Makassar Abad XIX, 2002 itu Makassar di awal abad 17 hingga abad-19 masih bisa dilihat dalam lanskap seperti itu.
Tapi kini, agaknya kita hanya bisa melihat makassar yang hijau itu dalam foto atau cerita saja. menyaksikan lanskap hijau itu hanya dalam kenangan, betapa tidak.makassar beberapa tahun ini bergerak dengan cepat. Perumahan dan pusat-pusat perbelanjaan berdiri dimana-mana. Sawah menyusut tajam, yang hijau-hijau itu berganti dengan atap-atap pertokoan dan perumahan.
Secara nyata memang nampak di Jl. Hertasning Baru. Sawah yang hijau itu perlahan-lahan menyusut, terganti bangunan-bangunan perumahan dan pertokoan. Tarik menarik kepentingan kapitalis lebih banyak memenangkan kontestasi. Perebutan ruang seperti ini lazim dalam perkotaan. Apalagi kota sebesar Makassar.
Makassar hanya hijau di masa lalu. Hawa sejuk kini berubah menjadi urban heat (panas kota). Kendaraan yang masif dan lonjakan penduduk yang tidak terkendali adalah sumber masalah dikemudian hari. Namun aneh, pemerintah tidak punya banyak alternatif melihat persoalan ini. Suatu saat kota ini bisa menjadi kota mati. Kota yang tidak bisa dibanggakan sebagai kota yang enak untuk ditinggali.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung di halaman saya.