---untuk cerita kita sewaktu-waktu.
"Teman masa kecil, kata Kundera, adalah cermin bagi kita, cermin yang memantulkan masa silam kita. Teman masa kecil dibutuhkan untuk menjaga keutuhan masa silam, untuk memastikan bahwa diri tidak menyusut, tidak mengerut, bahwa diri tetap bertahan pada bentuknya. Untuk itu, ingatan mesti disiram seperti bunga dalam pot. Karenanya kita memerlukan kontak dengan teman dan sahabat masa kecil, sebab merekalah saksi mata dari masa silam"
Penggalan itu saya kutip dari Blogger [pejalanjauh.com] sekenanya saja. Sekedar mengenang yang telah lewat, kenangan saya semasa kecil yang hampir setiap waktu selalu terlintas dalam benak. Selalu menghantui.
Saya paling suka mengenang masa kecil; bermain dan mengejar layang-layang sampai lupa waktu, mengaji di surau, bermain bola di sawah, mandi di kali hingga mencuri mangga tetangga.
[Kemarin, saya sempat berjumpa teman kecil saya, teman sekolah dasar tepatnya yang sekarang sudah menjadi guru, tentara, polisi. Kami menghabiskan waktu saban hari bermain futsal dan kenangan seperti ini saya teringat duapuluh tahun silam. Saya termenung, mengingat lagi hal-hal yang telah lewat].
Bagi seorang yang selalu berorientasi masa silam, bawaannya selalu (be)romantis(me). Dan saya masuk dalam kategori itu. saya orang yang tidak suka dengan masa depan. Entah mengapa, mungkin contoh seorang yang takut dengan hal-hal yang belum terjadi. phobia masa depan.
***
Nasib adalah kesunyian masing-masing, Zen tak sepenuhnya benar. Nasib tidak sunyi untuk ukuran hayalan anak kecil, nasib manusia penuh keriuhan. Ketika kecil, kami tak segan-segan mengucap lugas. Kami selalu menjawab pasti jika ditanya “mau jadi apa?”. Nasib juga tak lepas dari dukungan semesta. Ia tak sunyi.
Kami ketika kecil dengan jutaan hayalan di kepala ternyata bisa ditentukan di masa kecil. Teman-teman kecil yang mencitakan diri jadi polisi, tentara dan guru akhirnya tercapai. Dan jika ada cita-cita yang gagal mungkin sayalah contohnya; cita-cita jadi tentara namun jatuhnya jadi pengangguran. Entah sampai kapan betah bertualang, ujung-ujungnya mungkin kembali ke kampung jadi pedagang.
Namun cerminan keberhasilan mereka saya lekatkan selekat-lekatnya dari waktu ke waktu, mereka telah menjadi cermin sebuah mimpi. Saya teringat dengan sebuah petuah "apa yang ada dalam ide itulah yang terjadi dalam realitas". Dan itu ada benarnya. Saya harap mereka sudi memantulkan keberhasilan cerita masa kecilnya, masa kecil saat bersama.
Ya, kalian adalah cermin bagi saya. Keberhasilan saya
No comments:
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung di halaman saya.