Benarkah ? perempuan dapat bahagia dengan hanya mengharapkan 3 dari sekian banyak pilihan bagi mereka. Sikatnya, perempuan sebagai mahluk rasional memiliki kriteria dalam menjalani kehidupan.
Terlalu sederhana memahami perempuan. Tapi tidak pula sesederhana mengetahui keinginan mereka. Hasrat perempuan menjadi sebuah kontruksi (boleh dikata) baku dalam termilogi sederhana ini. Ada point penting tentang apa yang diinginkan perempuan. Pengetahuan dini saya dapatkan ketika menyempatkan hadir pada kuliah (sit in) dalam kelas Gender. Bisa diketahui kelas gender adalah kelas yang didominasi perempuan-95 persen di kelas itu. Karena kelas sit in (kasarnya peserta gelap) yang saya lakukan hanya mendengar dan mencatat, selebihnya tidak.
Melihat disekeliling saya dominasi perempuan dalam ruang seperti lecture teater, disisi kiri dan kanan saya perempuan ayu nan ramah. Tambah bergairah ikut kelas Gender. Kelas gender adalah kelas untuk semua, saya heran mengapa peserta laki-laki tidak ikut kuliah itu. Padahal gender bukan dikotomikan perempuan secara gen, tapi lebih pada kontruksi sosial budaya. Terlebih akses pendidikan gender. Laki-laki pun bisa belajar. Namun itu bukan persoalan penting bagi saya, karena itu bergantung pada sikap diri atas pilihan-pilihan.
Saya menghitung dalam kelas itu, peseta laki-laki hanya 3, bisa dihitung jari. Peserta laki-laki lainnya hanya duduk manis tak banyak bicara, mungkin inilah yang disebut laki-laki disarang penyamun. Laki-laki diantara puluhan perempuan. Maka suara laki-laki tak berarti dikelas itu.
Tak selang lama, sambil menganalisis konstruksi gender, dari media hingga teks, dosen itu tiba-tiba menghentikan klik pada slide yang bertuliskan. Love, Money, Happy Marriage. Kata-kata kunci itu menurutnya kebutuhan perempuan. Sambil mengutip dari jurnal, dosen itu menguatkan bahwa di cintai, memiliki uang dan perkawinan bahagia paling diinginkan perempuan. Pikiran saya langsung tertuju pada film Eat, Pray, Love yang dibintangi Julia Roberts saat itu.
Seakan-akan bahwa LOVE (mencintai dan dicintai) adalah kebutuhan perempuan. Money (uang) sebagai basis materi sangat penting untuk eksistensi perempuan. Kebutuhan yang (hampir) tak terbatas menjadi alasan mengapa perempuan membutuhkan banyak uang. Jadi ingat teman saya berkata “no money no honey” ada uang abang sayang, ada uang abang kutendang”. Tentunya itu hanya candaan tanpa menyudutkan kaumnya.
Happy Marriage, pernikahan yang bahagia adalah bagian yang didambakan perempuan, walau realitas kadang tidak sejalan. Kasus perceraian dan banya kasus KDRT memberi kesan bahwa perempuan tak memiliki berada dalam bayang-bayang keretakan keluarga. Saya pernah membaca BASIS Vol.52 tahun 2003 yang menganalisis Keluarga : Bahtera yang sudah karam ?. tidak mudah memang menjawab tentang bagaimana menjaga perkawinan hingga kakek nenek, tapi perempuan, siapapun itu tak ingin perkawinan karam.
Saya ingin menambahkan bahwa ketika term LOVE, MONEY, HAPPY MARRIAGE, ada satu yang penting yaitu TRAVELLING IN THE WORLD. Perempuan pasti tak ingin melewatkan perjalanan ke Eropa, Benua Pengharapan Amerika, dan Eksotika Timur Tengah…
Terlalu sederhana memahami perempuan. Tapi tidak pula sesederhana mengetahui keinginan mereka. Hasrat perempuan menjadi sebuah kontruksi (boleh dikata) baku dalam termilogi sederhana ini. Ada point penting tentang apa yang diinginkan perempuan. Pengetahuan dini saya dapatkan ketika menyempatkan hadir pada kuliah (sit in) dalam kelas Gender. Bisa diketahui kelas gender adalah kelas yang didominasi perempuan-95 persen di kelas itu. Karena kelas sit in (kasarnya peserta gelap) yang saya lakukan hanya mendengar dan mencatat, selebihnya tidak.
Melihat disekeliling saya dominasi perempuan dalam ruang seperti lecture teater, disisi kiri dan kanan saya perempuan ayu nan ramah. Tambah bergairah ikut kelas Gender. Kelas gender adalah kelas untuk semua, saya heran mengapa peserta laki-laki tidak ikut kuliah itu. Padahal gender bukan dikotomikan perempuan secara gen, tapi lebih pada kontruksi sosial budaya. Terlebih akses pendidikan gender. Laki-laki pun bisa belajar. Namun itu bukan persoalan penting bagi saya, karena itu bergantung pada sikap diri atas pilihan-pilihan.
Saya menghitung dalam kelas itu, peseta laki-laki hanya 3, bisa dihitung jari. Peserta laki-laki lainnya hanya duduk manis tak banyak bicara, mungkin inilah yang disebut laki-laki disarang penyamun. Laki-laki diantara puluhan perempuan. Maka suara laki-laki tak berarti dikelas itu.
Tak selang lama, sambil menganalisis konstruksi gender, dari media hingga teks, dosen itu tiba-tiba menghentikan klik pada slide yang bertuliskan. Love, Money, Happy Marriage. Kata-kata kunci itu menurutnya kebutuhan perempuan. Sambil mengutip dari jurnal, dosen itu menguatkan bahwa di cintai, memiliki uang dan perkawinan bahagia paling diinginkan perempuan. Pikiran saya langsung tertuju pada film Eat, Pray, Love yang dibintangi Julia Roberts saat itu.
Seakan-akan bahwa LOVE (mencintai dan dicintai) adalah kebutuhan perempuan. Money (uang) sebagai basis materi sangat penting untuk eksistensi perempuan. Kebutuhan yang (hampir) tak terbatas menjadi alasan mengapa perempuan membutuhkan banyak uang. Jadi ingat teman saya berkata “no money no honey” ada uang abang sayang, ada uang abang kutendang”. Tentunya itu hanya candaan tanpa menyudutkan kaumnya.
Happy Marriage, pernikahan yang bahagia adalah bagian yang didambakan perempuan, walau realitas kadang tidak sejalan. Kasus perceraian dan banya kasus KDRT memberi kesan bahwa perempuan tak memiliki berada dalam bayang-bayang keretakan keluarga. Saya pernah membaca BASIS Vol.52 tahun 2003 yang menganalisis Keluarga : Bahtera yang sudah karam ?. tidak mudah memang menjawab tentang bagaimana menjaga perkawinan hingga kakek nenek, tapi perempuan, siapapun itu tak ingin perkawinan karam.
Saya ingin menambahkan bahwa ketika term LOVE, MONEY, HAPPY MARRIAGE, ada satu yang penting yaitu TRAVELLING IN THE WORLD. Perempuan pasti tak ingin melewatkan perjalanan ke Eropa, Benua Pengharapan Amerika, dan Eksotika Timur Tengah…
No comments:
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung di halaman saya.