Hari ini saya senang bukan main. Bertemu salah seorang senior yang juga dosen Hubungan Internasional Universitas Hasanuddin. Kesempatan secara kebetulan, dia mengikuti konfrensi internasional di Kampus UGM dan akhirnya terjadi pertemuan yang tiba-tiba.
Saya pun diajak untuk membeli buku di shoping tak jauh dari taman budaya Yogyakarta. Sambil beromantisme dengan yogyakarta, dia bercerita pengalamannya berkeliling negara. Saya pun ‘iri’ mendengar ceritanya yang sudah melintasi benua. tapi perasaan iti itu saya anggap sebagai motivasi saya untuk lebih maju untuk bisa menuju benua lain. Seperti yang dia rasakan.
Cerita romantisme berhenti berbunyi. Saat kami tiba di langganan toko buku. Dengan diskon sampai 40 persen, maka tak ada alasan untuk tidak membeli buku di tempat itu. senior itupun membeli beberapa eksemplar. Sedangkan saya mencari buku yang lain. Hanya melihat-lihat karena beasiswa belum cair. Setiap beasiswa cair, uang pertama saya yang keluar dari beasiswa itu harus buku. Setelah itu kebutuhan lain termasuk intertain.
Entah, mengapa ingatan saya tertuju pada MADILOG milik TAN MALAKA. Padahal beberapa bulan ini habis slalu terjual. Saya pun menanyakan kepada langganan saya itu. Dan ternyata buku yang menjadi salah satu magnum opus “pahlawan yang terlupakan” itu ada.
“tinggal satu mas, kemarin udah banyak nyari”. Sambil langganan saya menyodorkan buku yang memiliki tebal kurang lebih 500 halaman.
TAN MALAKA. Saya baru mengetahui karya-karyanya di Jogja ini, padahal sudah sering saya mendengar tokoh ini melalui koran atau senior-senior dan aktivis semasa kuliah S1 dulu. Tapi kali ini baru terasa dekat dengannya, melalui karya-karyanya.
Saya pernah bertemu dengan penulis tan malaka di kampus, Harry Poeze, penulis Belanda yang menulis kembali TAN MALAKA sampai beberapa jilid.
Saya memegang MADILOG, menimang-nimang, dan bergumam. Setelah beasiswa cair, maka buku ini jadi prioritas sebelum menjadi langka, seperti buku-buku Sukarno, Marx, Syachrir, GIE dan tokoh-tokoh lainnya. Saya pun menyuruh langganan saya untuk disimpan sampai saya punya uang. Dan mengatakan “iya, ta’ simpankan sampeyan”. Aman pikirku. Saya tidak harus mencari lagi karya besar tokoh revolusi itu. Selain langka, harganya juga mahal untuk kalangan mahasiswa.
Tapi ada kemujuran disetiap kesempatan. Kadang kejutan datang tanpa tau arahnya darimana, dan itu yang saya rasa hari itu. sore itu. Tiba-tiba senior tanpa permisi, langsung melunasi buku MADILOG. Saya malu dan sungkan, padahal saya sebagai tuan rumah harus memberi pelayanan sebaik mungkin tanpa ada niat lain. saya membantu, ikhlas dan tanpa pamrih. Tapi nyatanya dia membelikan buku yang sudah lama saya cari. Senang tak terkira. Mungkin dia mengerti, mahasiswa berapa saja kemampuang membeli bukunya. Saya anggap sebuah rejeki dan tak lupa berucap terima kasih tak terhingga atas kebaikannya walaupun belum sempat berucap hari itu.
Saya mengutip sedikit dari MADILOG yang belum menjadi daftar bacaan untuk beberapa minggu depan. Banyak tugas dan daftar bacaan menjadi sebabnya. Menurut TAN MALAKA, kemajuan manusia harus melalui tiga tahap : dari “Logika Mistika”, lewat “Filsafat” ke “ilmu Pengetahuan” (sains). Selama bangsa Indonesia masih tekungkung dengan “logika Mistika”, tak akan mungkin menjadi bangsa yang merdeka dan maju. Dan MADILOG adalah jalan keluar dari “Logika Mistika” itu.
Untuk hari ini, trima kasih tuhan, terima kasih senior atas buku MADILOG-nya.
Saya pun diajak untuk membeli buku di shoping tak jauh dari taman budaya Yogyakarta. Sambil beromantisme dengan yogyakarta, dia bercerita pengalamannya berkeliling negara. Saya pun ‘iri’ mendengar ceritanya yang sudah melintasi benua. tapi perasaan iti itu saya anggap sebagai motivasi saya untuk lebih maju untuk bisa menuju benua lain. Seperti yang dia rasakan.
Cerita romantisme berhenti berbunyi. Saat kami tiba di langganan toko buku. Dengan diskon sampai 40 persen, maka tak ada alasan untuk tidak membeli buku di tempat itu. senior itupun membeli beberapa eksemplar. Sedangkan saya mencari buku yang lain. Hanya melihat-lihat karena beasiswa belum cair. Setiap beasiswa cair, uang pertama saya yang keluar dari beasiswa itu harus buku. Setelah itu kebutuhan lain termasuk intertain.
Entah, mengapa ingatan saya tertuju pada MADILOG milik TAN MALAKA. Padahal beberapa bulan ini habis slalu terjual. Saya pun menanyakan kepada langganan saya itu. Dan ternyata buku yang menjadi salah satu magnum opus “pahlawan yang terlupakan” itu ada.
“tinggal satu mas, kemarin udah banyak nyari”. Sambil langganan saya menyodorkan buku yang memiliki tebal kurang lebih 500 halaman.
TAN MALAKA. Saya baru mengetahui karya-karyanya di Jogja ini, padahal sudah sering saya mendengar tokoh ini melalui koran atau senior-senior dan aktivis semasa kuliah S1 dulu. Tapi kali ini baru terasa dekat dengannya, melalui karya-karyanya.
Saya pernah bertemu dengan penulis tan malaka di kampus, Harry Poeze, penulis Belanda yang menulis kembali TAN MALAKA sampai beberapa jilid.
Saya memegang MADILOG, menimang-nimang, dan bergumam. Setelah beasiswa cair, maka buku ini jadi prioritas sebelum menjadi langka, seperti buku-buku Sukarno, Marx, Syachrir, GIE dan tokoh-tokoh lainnya. Saya pun menyuruh langganan saya untuk disimpan sampai saya punya uang. Dan mengatakan “iya, ta’ simpankan sampeyan”. Aman pikirku. Saya tidak harus mencari lagi karya besar tokoh revolusi itu. Selain langka, harganya juga mahal untuk kalangan mahasiswa.
Tapi ada kemujuran disetiap kesempatan. Kadang kejutan datang tanpa tau arahnya darimana, dan itu yang saya rasa hari itu. sore itu. Tiba-tiba senior tanpa permisi, langsung melunasi buku MADILOG. Saya malu dan sungkan, padahal saya sebagai tuan rumah harus memberi pelayanan sebaik mungkin tanpa ada niat lain. saya membantu, ikhlas dan tanpa pamrih. Tapi nyatanya dia membelikan buku yang sudah lama saya cari. Senang tak terkira. Mungkin dia mengerti, mahasiswa berapa saja kemampuang membeli bukunya. Saya anggap sebuah rejeki dan tak lupa berucap terima kasih tak terhingga atas kebaikannya walaupun belum sempat berucap hari itu.
Saya mengutip sedikit dari MADILOG yang belum menjadi daftar bacaan untuk beberapa minggu depan. Banyak tugas dan daftar bacaan menjadi sebabnya. Menurut TAN MALAKA, kemajuan manusia harus melalui tiga tahap : dari “Logika Mistika”, lewat “Filsafat” ke “ilmu Pengetahuan” (sains). Selama bangsa Indonesia masih tekungkung dengan “logika Mistika”, tak akan mungkin menjadi bangsa yang merdeka dan maju. Dan MADILOG adalah jalan keluar dari “Logika Mistika” itu.
Untuk hari ini, trima kasih tuhan, terima kasih senior atas buku MADILOG-nya.
Yogya, 130711
No comments:
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung di halaman saya.